Senin, 19 Juli 2010

TUHAN SETENGAH SENTI SAJA

Berita harian tak bosan bertutur :
Elpiji 3 kg meledak,
Korban berjatuhan akibat elpiji meledak,
Ledakan hebat akibat tabung gas 12 kg
.....
Gas meledek !

Mohon maaf kalau judul yang digunakan disini terinspirasi dari Tuhan Sembilan Sentimeter-nya Uda Taufik Ismail. Keduanya samasama telah menjadi bagian dari masyarakat, juga akan dapat mencabut nyawa sebagian dari mereka.

Benda kecil itu terbuat dari karet, hitam, kenyal dan berbentuk silinder dengan tinggi kurang dari satu sentimeter, tidak jauh dari setengah sentimeter saja. Tempatnya yang pas di muara keluarnya gas alam dari tabung gas program konversi minyak tanah dan sejenisnya.

Tetapi jangan disangka, karet kecil itu sanggup mencabut puluhan nyawa yang mengabaikan tugas dan fungsinya, yaitu menyambung-rapatkan antara tabung gas dengan kompor melalui regulator dan selang.

Bukankah pengalaman menunjukkan penggunaan kompor gas sangat selain nyaman juga aman ? Itu masa lalu, ketika kompor gas masih jadi barang langka. Pemakainya relatif terbatas pada kalangan tertentu, paling tidak mereka yang berpendidikan atau pengalaman. Saat itu sebagian besar masyarakat Indonesia masih bergaul dengan tungku atau paling banternya kepulan kompor minyak tanah.

Sekarang, kompor gas sudah menjadi bagian yang terpaksa harus ada di setiap rumah tangga. Produksi massal ini bukan hanya menghadapi kendala internal institusi penghasilnya tetapi juga masyarakat awam belum siap dengan bahan mudah terbakar ini. Kebanyakan mereka beralih ke gas karena terpaksa, terpaksa karena tidak ada lagi minyak tanah setelah terpaksa menerima pemberian gratis dari pemerintah.

Tidak mengherankan, baru beberapa hari tabung gas 3 kg dibagikan sudah ada berita tentang meledaknya satu-dua kompor gas. Korban jiwa dan harta tak terhindarkan. Siapa yang bertanggungjawab?

Pertamina melalui beberapa iklannya terkesan membela diri, penggunaan gas bukan hanya aman tetapi juga lebih hemat daripada menggunakan kompor minyak tanah. Bukan hanya itu, perabotan memasak juga jadi bersih dan lingkungan bebas dari jelaga. Itu, kalau diiringi dengan pendidikan yang baik kepada masyarakat. Pertamina dan stasiun pengisian gas juga harus mau dikoreksi untuk perbaikan terhadap pelayanan. Kalau tidak maka kejadian yang menelan korban tidak akan berhenti.

Tanpa bermaksud menyudutkan pihak tertentu, kami belum 2 bulan menggunakan tabung gas 3 kg, sudah beberapa kali mengalami hal yang tidak diinginkan, yaitu :
1. Ketika regulator dipasangkan maka terdengar suara gas dengan kencangnya. Bau gas begitu menyengat memenuhi ruang dapur. Kejadian ini sudah 2 kali terjadi.
2. Kompor gas tidak menyala padahal tabung gas yang dipakai baru saja dibuka segelnya.

Menghadapi kejadian pertama, kami sangat kaget. Beruntung kompor tidak terus dinyalakan dan ventilasi udara dapur menggunakan exchaust sehingga bau gas segera hilang. Lebih beruntung lagi, kami punya 2 tabung sehingga ketika salah satunya mengalami kendala seperti ini dapat melihat apa gerangan penyebabnya. Ternyata ada karet, kemungkinan dari situlah permasalahan. Ternyata benar, setelah karetnya ditukar, suara gas tidak muncul lagi.

Ternyata hal ini tidak hanya dialami kami, teman di kantor juga mengalami hal yang sama. Dia panik sehingga memanggil beberapa tetangga. Kejadian ini juga terulang dua minggu kemudian. Karetnya ternyata sudah agak encer melekat di dalam mulut tabung.

Kalau saja saat itu kompor gas dibiarkan menyala, ledakan tak akan terhindarkan. Mungkin beberapa kasus meledaknya tabung gas yang terjadi disebabkan oleh tidak rapatnya karet dengan regulator, ditunjang oleh tidak adanya batas antara tabung gas dengan letak kompor.

Kasus tidak keluarnya gas dari tabung juga ternyata tidak sendiri. Ketika kami hendak mengembalikan tabung yang masih penu itu kepada penjualnya, ternyata sudah ada 2 orang ibu yang juga kebingungan karena kompor gasnya tidak mau menyala padahal tabung gasnya yang masih penuh.

Penjual yang kebetulan menyediakan kelengkapan kompor gas, dengan semangat menawarkan regulator yang terbaik. Tetapi si ibu tidak langsung menerima karena sudah 2 regulator tetangganya dicoba tetapi tidak juga menyala. Namun akhirnya mengalah juga, membeli regulator merek terkenal.

Kamipun dikecoh dengan anggapan kemungkinan kendala berasal dari regulator. Tetapi segera kami sanggah, kompor dan regulator yang kami pakai adalah merek terkenal dengan garansi seumur hidup. Penjual terkejut, sehingga dia segera mengambil tabung gas kami dan menusukan obeng. Gas menyembur keras, bau menyengat. Setelah itu dicobanya ke kompor miliknya.
“Sudah beres, pak!”

Mudah saja. Dia menjelaskan kalau terjadi kasus gas macet seperti itu, tusuk saja jalan keluar gas dengan obeng. Katanya, suka ada penyumbatan di pintu keluar. Jangan sampai mengarah ke badan karena tekanan sangat kuat.

Sampai di rumah, ketika diterapkan ternyata kompor gas tidak juga menyala. Maka kami melakukan saran penjual. Menyemburkan gas beberapa detik. Menyalalah kompor sekalipun beberapa menit tetap tidak normal, satu jam kemudia menyala sebgaimana mestinya.

Kejadian-kejadian di atas sudah pasti merupakan kendala dan solusinya harus diketahui oleh masyarakat. Pertamina dan para mitranya juga semestinya berusaha memberikan pelayanan terbaik.

Oleh karena itu, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan maka kami sarankan :
1. Masyarakat komsumen hendaknya mempunyai tabung gas lebih dari satu. Minimal 2, sehingga ketika satu tabung kosong maka yang satunya bisa segera mengganti. Atau kalau yang satu misalnya karetnya rusak, maka dapat digunakan karet dari tabung gas satunya lagi. Dengan demikian kegiatan di dapur tidak terganggu apabila di tengah aktivitas, gas tiba-tiba habis.
2. Ketika gas sudah kosong, maka dengan bantuan obeng kecil, keluarkan karet penyumbat. Disimpan untuk pengganti kalau-kalau suatu saat kebagian tabung gas yang sumbat karetnya rusak yang ditandai dengan suara desis gas dari ujung bawah regulator. Hal ini juga dimaksudkan agar stasiun pengisi gas menggunakan sumbat karet yang selalu baru. Dengan mencabut sumbat karet ini berarti kita telah menyelamatkan beberapa nyawa yang suatu saat akan kegiliran menggunakan tabung gas yang pernah kita gunakan.
3. Tempatkan tabung gas dengan jarak maksimal, tergantung panjang selang. Kalau bisas ada pembatas antara tabung gas dengan kompor. Sehingga apabila terjadi gas nyasar tidak langsung disambar api.
4. Ventilasi dapur diusahakan sebaik mungkin. Udara bersih setelah menggunakan kompor gas seiring dengan tingkat bahaya yang tingg apabila ventilasi diabaikan. Bila masih ada bau gas di ruangan, jangan sekali-sekali menyalakan api, termasuk kompor gas.

Demikian beberapa pengalaman yang kiranya dapat menjadi pelajaran berharga bagi para pemakai tabung gas. Tentu saja masih banyak persoalan lain yang akan dihadapi masyarakat pengguna kompor gas program konversi, misalnya ketersediaan gas yang suka tiba-tiba lenyap dari pasaran. Jangan disangka, kami yang tinggal 5 km saja dari pengolahan minyak dan gas tidak lepas dari permasalahan ini.

Selain itu, dengan adanya pembagian tabung gas, kompor dan regulator gratis dari pemerintah ternyata menyebabkan beberapa perusahaan yang selama ini menjadi penyedia perlengkapan itu sedikit gerah. Sehingga, kebijakan yang seharusnya dipandang sebagai potensi (masyarakat menjadi terbiasa dengan kompor gas) dianggap sebagai ancaman.

Oknum pemasar yang demikian, dengan otak liciknya mendatangi pengguna dengan berbagai motif, mulai dari sebagai petugas pertamina atau lainnya. Mereka mencoba mengotak-atik regulator yang terpasang, sampai akhirnya dicobakan regulator yang dibawanya dan pengguna dipaksa membeli regulator tersebut dengan harga yang relatif tinggi.

Sungguh banyak tantangan masyarakat obyek konversi minyak tanah ke gas ini dan menjadi tugas kita semua untuk tidak membiarkan masyarakat menjadi korban secara terus-terusan.