Selasa, 01 Juni 2010

CILAKA ....

Dulu kecelakaan keretaapi selalu diakibatkan "human error" semata, masinis pun tak berdaya menolaknya. Sanksi dan hukuman adalah jatah orang kecil seperti mereka. Namun perlahan tapi pasti kenyataan pun sanggup mengubah anggapan jajaran pejabat penting di institusi perbuhungan itu. Sekarang, berbagai kecelakaan yang terjadi makin memudarkan anggapan kuno itu ....

CILAKA ....

Akhirnya Menteri Perhubungan Kabinet Gotong Royong, Agum Gumelar, mengumumkan bahwa penyebab tabrakan antara keretaapi langsam Tanah Abang – Rangkasbitung (KA 930) dengan KA 1213 yang mengangkut batubara adalah technical error. Yaitu blong-nya rem KA 930 ketika memasuki tujuan akhir, Stasiun Rangkasbitung. Walaupun seperti biasa, masih dibumbui dengan kemungkinan sabotase (Liputan 6 Terkini, 26/10/01).

Sudah terlalu lama jajaran perkeretaapian Indonesia khususnya dan insan perhubungan umumnya, selalu mencari kambing hitam bila kecelakaan armadanya terjadi. Human error, human error dan human error, ironisnya human error ini selalu tertuju kepada masinis. Sementara para teknisi yang bertanggungjawab terhadap peralatan selalu lepas dari tuduhan.

Adman bin Sunardi sekarang dapat tenang di pangkuan Sang Khalik, menyusul Suwanto yang sampai sekarang masih mewariskan PR misterius buat jajaran perkeretaapian negeri ini. Tetapi kalau pengakuan Agum Gumelar yang tulus ini, tanpa tindak lanjut yang terarah, maka kecelakaan-kecelakaan berikutnya akan tetap mengancam kelangsungan hidup PT Keretaapi.

Untuk menghentikan laju keretaapi yang dibawa Adman bin Sunardi dini hari itu, sebenarnya tidak terlalu perlu diganjal lokomotif BB 30421, apabila rem-nya tidak blong dan dead man pedal-nya aktif. Atau setidaknya bisa mewanti-wanti dahulu, seandainya radio lokomotif yang ada di sampingnya berfungsi.

Suwanto pun akan damai di akhirat jikalau jajaran PT Keretaapi mencabut ucapanya terdahulu, bahwa kecepatan KA Empu Jaya mencapai 70 km/jam ketika menghantam sebuah lokomotif yang sedang langsir di Cirebon. Karena besar kemungkinan, jangankan orang lain, Suwanto sendiri sejak dari Stasiun Jakartakota tidak pernah tahu secara tepat laju keretaapi yang dikendalikannya.

Speedometer, dead man pedal, radio lokomotif dan rem adalah peralatan vital tempat jejalan penumpang bertaruh nyawa. Cilaka … bila mengabaikan salah satu diantaranya, apalagi kombinasinya. Korbannya bukan hanya penumpang yang tidak pernah tahu permasalahan pokoknya, tetapi juga akan mencetak arwah masinis yang harus terus bertanya-tanya, apakah namanya tercatat di batu nisan sebagai pahlawan atau tertulis dalam daftar antre tukang sate, sebagai kambing hitam.

PESAN SPONSOR======================================================

Banyak tawaran meraup penghasilan dari internet,
gratis awalnya tetapi ujung-ujungnya bayar juga karena memang
mereka jualan barang atau jasa.
Tetapi untuk yang satu ini benar-benar GRATIS, makanya saya gabung.
Silakan buktikan sendiri dengan mengklik :

http://www.tantangan50juta.com/?r=dinoto

========================================================TERIMAKASIH

Tidak ada komentar:

Posting Komentar