Rabu, 10 Februari 2010

BANGSA BANGSAT

.... Hampir 10 tahun lalu, artikel ini dimuat di Dwi-Mingguan DERMAYON ....

Itulah kira-kira julukan yang tepat bagi masyarakat Indramayu dalam kacamata Pertamina. Monopolis minyak dan gas di negeri ini bak anak durhaka, telah dengan ringan menuduh ibu yang turut mengasuh dan membesarkan atau bahkan melahirkannya sebagai penjahat. Sungguh melebihi Malin Kundang dalam cerita rakyat Minangkabau.

“Enam juta dollar asset Pertamina digasak masyarakat Indramayu,” begitu kira-kira kata Effendi Situmorang wakil dari Pertamina pada pertemuan dengan Gubernur, Walikota dan Bupati daerah penghasil minyak dan gas di Hotel Borobudur sebulan silam.

Dengan kurs saat itu, Rp. 9.000,-/dollar USA, maka kerugian Pertamina mencapai Rp. 54 milyar. Bila dihubungkan dengan jumlah penduduk Indramayu yang mencapai 1,6 juta orang maka secara matematis setiap penduduk Indramayu mempunyai andil terhadap kerugian perusahaan tersebut sekitar US $ 4 atau setara Rp. 36.000,-.

Dengan kata lain, seluruh penghuni Indramayu mulai dari yang tua sampai balita, bahkan mereka yang baru muncul dari 9 bulan persembunyiannya pun berhutang pada Pertamina rata-rata Rp. 36.000,- yang besarnya akan melonjak dengan meningginya kurs uang Paman Sam.

Tak dapat dipungkiri bahwa dampak kehadiran Pertamina di Indramayu sangat luas. Kemajuan terjadi di sana-sini sebagai multiplier-effect-nya. Terakhir, pembangunan kilang minyak Exor II di Balongan bahkan bukan hanya menarik industri ikutannya tetapi juga turut membuka Kota Indramayu yang selama ini dalam bayang-bayang kebenderangan Kota Jatibarang yang statusnya ibukota kecamatan.

Namun bukan berarti Pertamina harus lupa sejarah 30 tahun silam, awal tahun 1970-an. Saat itu banyak masyarakat Kecamatan Gabuswetan misalnya yang harus merelakan tanaman padi mereka yang sedang bunting gagal ranum. Mereka tidak menuntut ganti rugi sekalipun sawah mereka jadi kubangan para pekerja yang menggotong dan memasang pipa. Pipa Pertamina.

Justeru keakraban-lah yang tercipta. Para pekerja yang ribuan jumlahnya, berbilang bulan menetap berdesakan di rumah penduduk. Mandi, masak dan tidur dalam naungan satu atap. Ketika pekerjaan telah usai, keharmonisan yang terbina membuat perpisahan menjadi sangat memilukan. Isak-tangis mengiringi kepergian mereka.

Pengeboran di Kroya (saat itu masuk wilayah Kecamatan Gabuswetan) memang tinggal kenangan. Pertamina melesat, maju pesat, jauh meninggalkan kenangan dan keakraban. Apalagi kerugian para petani yang benar-benar telah diikhlaskan.

Tapi siapa nyana, kalau akhirnya Sang Anak menjadi sedemikian durhaka ?

Bertaubatlah wahai anak manis, janganlah menunggu sumpah serapah masyarakat Indramayu yang dapat membuatmu terbujur menjadi monumen …. Meratap tak kenal henti baki Malin Kundang di Pantai Padang.

PESAN SPONSOR======================================================

Banyak tawaran meraup penghasilan dari internet,
gratis awalnya tetapi ujung-ujungnya bayar juga karena memang
mereka jualan barang atau jasa.
Tetapi untuk yang satu ini benar-benar GRATIS, makanya saya gabung.
Silakan buktikan sendiri dengan mengklik :

http://www.tantangan50juta.com/?r=dinoto

========================================================TERIMAKASIH

Tidak ada komentar:

Posting Komentar