Kamis, 11 Februari 2010

PENJUAL GANJA

Sepuluh tahun lalu juga ….


Bagi yang pernah melintasi Lembah Anai dari Kota Padangpanjang ke wilayah Tanah Datar dan beberapa meter kemudian masuk Kabupaten Padang Pariaman, tentu pernah mengetahui bahwa di sana banyak penjaja ganja berkeliaran. Anak-anak muda usia sekolah mengisi kocek dari profesi itu. Polisi ? Dari posnya yang tidak jauh dari lokasi transaksi mereka berlega hati, keberadaan mereka sangat menguntungkan.

Lain di Sumatera Barat, beda pula di Jawa Barat. War, penduduk Kampung Cidadap Desa dan Kecamatan Cikedung Kabupaten Indramayu ini harus menginap di balik jeruji besi gara-gara bermimpi kaya menjadi penjaja ganja.

Pemuda lajang yang dimabuk mimpi dalam pelaminan indah itu tidak dapat mengelak. Dedaunan tajam ilalang di tengah hutan Cikamurang menjadi saksi, ratusan batang perdu berjari lima pun sebagai barang bukti. Ancaman hukuman berat menanti War !

Sebenarnya polisi Sumatera Barat juga tidak kalah galak terhadap penjaja ganja seperti War. Kebun ganja yang pernah tersembunyi di tengah hutan perawan Pasaman pun pernah diobrak-abrik.

Sedangkan anak muda penjaja ganja yang biasa di dekat markas polisi Lembah Anai itu tetap aman-aman saja beroperasi di jalan berkelok tajam dan curam karena jasanya yang sangat besar membantu kelancaran lalu lintas. “Ganja !” merupakan lafal kata “ganjal” dalam lidah masyarakat Minangkabau yang sering korupsi huruf di akhir kata.

Kembali kepada War dengan kebun ganjanya di Cikamurang yang sedang ketiban sial. Saat ini dia harus mempertanggungjawabkan upaya nyupang modernnya sendirian, ayah dan kakak kandung serta Ras sahabatnya hanyalah kecipratan.

Rasanya sulit dipercaya kalau War menjalankan usahanya ini sendirian, keculunannya tidaklah seimbang dengan teknik budidaya modern yang diterapkan. Pengaturan pola tanam, sekalipun sangat mudah diterapkan, perlu pengalaman panjang. Sedangkan War baru memulai menebar tiga biji kecil itu dua tahun lalu.

Adakah peran aktor intelektual di balik keahlian War ?

Faktor kedua yang patut dipertanyakan adalah, “Sudah seberapa kaya sih, War ?” Secara logika, dengan ratusan helai daun bisa ribuan linting dibuat dan jutaan perak diperoleh. Kalau War adalah pemain tunggal, mulai dari budidaya, produksi lintingan sampai distribusi pemasaran maka usaha ilegal yang dijalankan selama dua tahun ini bisa sejajar dengan teman sedesanya yang menjual diri ke Arab Saudi.

Upaya penyelidikan hendaknya tidak berhenti sampai disitu. Pengguna pun sudah saatnya diciduk karena suatu saat akan dapat menularkan pengalaman indahnya kepada rekan atau bahkan menjadi pemasok untuk mabok.

Pertanyaan yang juga mengganjal adalah, “Mengapa War aman-aman saja berladang ganja di sana ?” Sejak tahun 1999 lho !

Tanpa prasangka buruk kepada pihak manapun, maka sangat mustahil kalau kerimbunan ilalang yang selalu ditunggu pemilik lahannya itu tidak mencurigakan. Ada tetangga pengolah lahan yang setiap saat seharusnya heran, polisi dan petugas kehutahan yang terikat tugasnya di tengah hutan, para pekerja pabrik kayu putih yang sering menjalankan pemanenan di dekat lokasi.

Rasa-rasanya mustahil kalau ladang War terus tertutupi sekalipun berselimut tarian daun ilalang.

Pertanyaan terakhir yang juga harus dijawab adalah, “Mengapa sampai terungkap ?” Pertanyaan ini sering menyebabkan orang tidak mau melaporkan tindak kejahatan yang disaksikan kepda Polisi. Takut ketiban apes, malah menjadi tersangka. Namun untuk bisnis ilegal, pertanyaan seperti ini harus dijawab dengan tuntas.

Menjadikan War sebagai tumpuan kesalahan tanpa penyelidikan ikutannya adalah kesalahan kwadrat. Puluhan pemuda tani lugu sekelas War di Cidadap, petani miskin seperti War berbilang ratus dalam wilayah Kecamatan Cikedung yang sangat luas itu, dan di Indramayu yang kaya raya ini masih ribuan pemuda seusia War yang dari lahir hingga sekarang belum pernah menyentuh garis standar hidup sejahtera yang paling rendah sekalipun.

Terungkapnya War sebagai penjaja ganja adalah awal dari kewajiban petugas untuk mengungkap secara tuntas. Apalagi sebagai akhir, kecuali kalau hanya sekedar harus berakhir.

Meringkuknya War di penjara ternyata masih dipandang sebelah mata oleh oknum generasi muda yang suka merem-melek, apalagi ada anggapan bahwa berlama-lama atau bahkan makin nyungsebnya War di Hotel Prodeo adalah akibat Soekarno dan Hatta tidak ikut memproklamirkan kemerdekaannya.

Tidak heran kalau kemudian, ketika Polres Indramayu memperketat peredaran barang-barang pembuat-pembual maka tertangkap anak seorang Kapten. Berbagai kemampuan, mulai mengandalkan baju dinas sampai kemampuan menghadirkan almarhum proklamator digunakan demi kebebasan.

PESAN SPONSOR======================================================

Banyak tawaran meraup penghasilan dari internet,
gratis awalnya tetapi ujung-ujungnya bayar juga karena memang
mereka jualan barang atau jasa.
Tetapi untuk yang satu ini benar-benar GRATIS, makanya saya gabung.
Silakan buktikan sendiri dengan mengklik :

http://www.tantangan50juta.com/?r=dinoto

========================================================TERIMAKASIH

Tidak ada komentar:

Posting Komentar