Kamis, 11 Februari 2010

RINGSEK

Sepuluh tahun lalu begini, sekarang …. SAMMMMMMMMMMMMMA.


Sesuai dengan kondisi geografisnya maka kelangsungan hidup petani Indonesia sangat tergantung pada harga hasil panen padi yang ditanamnya. Di sisi lain, sebagai bagian dari maraknya era perdagangan bebas, kelanjutan riwayat hidup sebagian besar warganya pun dipertaruhkan untuk bersaing dengan produk impor yang murah meriah.

Saking murahnya, jangankan dengan bea masuk nol prosen seperti dikehendaki para bule, dengan bea masuk sebesar harga dasar berasnya pun akan tetap masih di bawah harga beras lokal. Namun kebijakan inilah yang harus ditempuh selama ini, membiarkan negara yang sempat melejit swasembada pangan ini sebagai pasar beras internasional.

Hal ini tidak lepas dari saran dan pendapat para ahli ekonomi bergelar jongos-jongos IMF yang lebih memilih menjerumuskan petani ke jurang kehancuran daripada uluran dana tidak masuk ke dalam negeri dan tentu saja merembes ke kepentingan pribadi. Para petani memang tidak dapat berbuat untuk apa-apa, kecuali satu hal, memantapkan mereka sebagai ahli ekonomi dengan berbagai ulasan dan tulisannya.

Tidak terbetik di alam pikiran mereka kalau untuk memaksimalkan potensi genetik benih-benih IRRI diperlukan kondisi yang seimbang antara unsur nitrogen, phospor dan kalium serta unsur-unsur mikro yang sangat terbatas ketersediaanya. Belum lagi kerentanan terhadap hama penyakit yang berbanding lurus dengan keperluan insektisida.

Berbeda dengan kebijakan yang membebaskan masuknya beras impor sisa penduduk belahan dunia lain, maka baik pupuk ataupun bahan kimia sebagai bahan dasar insektisida dari pasar internasional dikenakan bea masuk yang sangat tinggi atau bahkan proteksi. Pupuk yang beredar di pasar internasional yang harganya tentu saja sangat murah tidak diperkenankan masuk karena dianggap dapat membunuh industri pupuk dalam negeri yang tidak lain monopoli pihak tertentu.

Sungguh keduanya merupakan kutub yang saling bertolakbelakang, satu sisi menghancurkan harapan hidup petani dan kutub yang lain memberi kesempatan kepada mereka untuk mati perlahan-lahan. Keduanya bak Kutub Utara dan Kutub Selatan yang tidak pernah ramah kepada kehidupan. Ironisnya, petani berada di tengah kutub yang bertabrakan. Ringsek !

Bukan hanya yang luluh lantak oleh kedua kebijakan itu, niat baik pemerintah menelorkan Inpres tentang Harga Dasar Gabah untuk menolong petani tidak pernah berhasil, kecuali ikut-ikutan ringsek menjadi makina, “Dasar Harga Gabah !”

Sangat naif kalau subsidi dan sebangsanya dijadikan alat untuk meredam kerugian petani. Fasilitas itu mungkin saja dapat dinikmati penerimanya, sekaligus menetapkan bahwa kerja keras petani hanyalahi keberhasilan semu. Soal fasilitas ini akan nyangkol dimana, sudah bukan rahasia lagi karena sudah sekian lama kebiasaan itu terjadi.

Niat baik pemerintah pusat seperti itu bukanlah penyelesaian masalah tetapi pemecahan masalah yang ampuh sehingga sebuah permasalahan hancur berkeping-keping dan sejalan dengan waktu masalah itu tumbuh subur dan bahkan menjadi lebih besar daripada masalah semula.

Beri kesempatan petani bernafas lega menikmati harga melambung dimusim paceklik untuk mengimbangi melorotnya harga gabah pada panen raya. Bukan membuka kran impor secara bebas dengan dalih mengatasi kekurangan pangan yang tidak pernah hilang kecuali sembunyi dalam gudang.

Selain itu, imbangi kebebasan sisa-sisa penghuni dolog internasional masuk negeri ini dengan ketakterbatasan serbuan pupuk dan insektisida pasar internasional sehingga petani dapat merangkak untuk menghasilkan gabah dengan harga jauh lebih murah.

Patutkah keefisienan para petani diragukan seperti pendapat pengamat ekonomi pertanian UGM, Dibyo Prabowo (Kompas, 18 Oktober 2001). Sama sekali tidak, petani Indonesia sudah sangat efisien dalam berproduksi. Kalau tidak efisien, semangat bertani mereka sudah ringsek akibat hasil produksinya disamakan dengan barang buangan dolog-nya Amerika, Thailand, Malaysia, Jepang, Vietnam dan lain-lain yang selalu berusaha agar harga beras di dalam negerinya tetap tinggi dan para petani tidak tersentuh kata rugi, apalagi ringsek.

PESAN SPONSOR======================================================

Banyak tawaran meraup penghasilan dari internet,
gratis awalnya tetapi ujung-ujungnya bayar juga karena memang
mereka jualan barang atau jasa.
Tetapi untuk yang satu ini benar-benar GRATIS, makanya saya gabung.
Silakan buktikan sendiri dengan mengklik :

http://www.tantangan50juta.com/?r=dinoto

========================================================TERIMAKASIH

Tidak ada komentar:

Posting Komentar