Jumat, 12 Februari 2010

MISTERI KANTOR BERDARAH

..... akh, ada juga pengalaman pribadi yang menggetarkan ....


Sungguh tidak diduga kejadian memilukan ini sangat cepat terjadi. Jamaluddin, shabat terbaik kami pergi untuk selama-lamanya. Yang membuat kami sangat penasaran adalah bahwa di zaman serba canggih ini ternyata penyakit yang dideritanya sama sekali tidak pernah diketahui dengan jelas.

Semula hanya operasi usus buntu, kemudian sempat beberapa hari masuk kantor dan tidak lama kemudian jatuh lagi. Dokter yang dulu mengoperasinya menyarankan untuk diperiksa dokter ahli bedah yang lain, katanya usus sudah hancur. Segenggam obat diberikan namun ketika diminum malah membuat penderitaan memuncak.

Berdasarkan hasil rontgen kemudian disarankan untuk dioperasi di sebuah rumah sakit katolik. Puasa pun dijalankan, ketika operasi hendak dimulai dokter yang bertugas tiba-tiba berpendapat lain, tidak ada kelainan apa-apa. Jamaluddin pun diperkenankan pulang, kondisi badannya relatif segar dan membaik.

Di rumah, penderitaannya memuncak. Tidak ada yang bisa menolong, obat yang diberikan para dokter hanya menambah penderitaan sampai akhirnya malaikat maut menjemput.

Sebenarnya selain berobat ke dokter aku pun pernah membawa Jamaluddin untuk minta bantuan orang pintar setempat. Dengan ilmu yang dimilikinya Pak Kati mendapatkan benda-benda misterius seperti toples berisi cairan kental, ada juga yang berisi kalajengking dan keduanya tertutup rapat. Selain itu juga ada jeruk purut tertusuk paku yang telah membatu dan benang tujuh warna yang dililit kusut.

Kata beliau, semua itu sangat mematikan buat yang dikirim. Pak Kati juga menerangkan tiga manusia bejat yang mengirimnya dan mengingatkan aku agar berhati-hati sebab aku adalah sasaran yang telah gagal ditembaknya.

Namun usaha ke orang pintar hanya sekali itu, padahal mereka bertiga mengirim terus-menerus tanpa henti yang dapat diketahui ketika Jamaluddin tiba-tiba merasa kesakitan luar biasa. Keluarganya lebih memilih jalan medis yang ternyata merupakan upaya terakhir.

Tidak dapat dipungkiri kalau mereka mengarah aku, karena aku terlalu banyak mengetahui rahasia mereka. Termasuk upaya kejahatan kerah putih yang mereka lakukan terhadap Jamaluddin. Namun aku tetap tenang menghadapinya, beberapa mantera diajarkan Pak Kati sebagai bekal perlindungan apabila hal itu benar-benar terjadi.


Hari-hari Menakutkan


Malam itu baru saja kami bubar tahlilan hari pertama di rumah duka. Rasa kehilangan yang mencekam membuat aku sulit memejamkan mata hingga tengah malam lewat. Menjelang setengah 3 pagi, selesai shalat malam aku pun mulai mengantuk. Terbaring di tempat tidur.

Tiba-tiba di ventilasi terdengar suara gaduh, suara air yang disiramkan. Bau wangi bunga rampai menyengat. Airnya jatuh di tepi tempat tidur. Lansung aku mengambil air suci yang telah dimanterai Pak Kati dan menyiramkannya. Kepulan asap tebal terbentuk dari air yang merupus seperti air keras yang dituangkan.

Pagi harinya akupun menanyakan hal ini pada teman yang kebetulan tokoh adat, Pak Datuk menerangkan bahwa bunga rampai dapat berarti baik yaitu cinta kasih tetapi juga mungkin sebaliknya. Saat itu aku tidak terlalu banyak peduli, anggap baiknya saja.

Ternyata kejadian malam itu berlanjut, pada malam berikutnya, hampir pada jam yang sama aku dikejutkan oleh sehelai kain kafan yang tiba-tiba muncul dari ventilasi. Terbang melayang-layang di atas tubuhku yang masih terjaga. Melambai-lambai tinggi sampai hampir menutup tubuhku yang sudah sama sekali tidak berdaya kecuali hati yang tetap berdegup menyebut asma Allah tiada henti. Sentuhan angin yang ditimbulkan kain itu sudah sangat terasa, bahkan ujung-ujungnya sempat menyerempet kulit.

Hanya Allah yang tahu kalau tiba-tiba kain kafan terbang menjauh, melambai-lambai menyentuh langit-langit.

Namun aku tidak dapat bernafas lega, kain itu terus menari-nari dan aku tetap tidak berdaya sama sekali. Kain kafan kembali mendekat dan kemudian pergi lagi. Hal ini berulang kali terjadi sebelum akhirnya kain kafan melipat dengan sendirinya dan terbang menembus ventilasi. Saat itulah aku baru bisa lega, berucap syukur kehadirat Allah.

Aku membicarakan kejadian malam itu pada Burhan dan menyarankan bahwa satu-satunya cara adalah menemui Pak Kati. Namun pesan beliau agar kami tidak tergantung padanya membuat aku mengurungkan niat untuk bertandang ke gubuk beliau kecuali kalau malam nanti masih ada yang aneh.

Benar juga, malam itu baru beberapa menit jarum jam berlalu dari angka 2. Seperti biasa setelah shalat malam aku berbaring di tempat tidur dan membaca salah satu mantera yang diajarkan Pak Kati :

Aku tidur dalam kelambu bertirai Rasulullah
Aku duduk bersandar pada tiang ars
Aku hidup dalam kulimah lailaha ilallah
Aku mati dalam kulimah lailaha ilallah

Namun sebelum mata terpejam aku terkejut, dari tumpukan buku di meja muncul sepotong tangan berwarna hitam dan bentuknya tidak sempurna, seperti bekas terbakar. Langsung saja potongan tangan itu menuju leher, aku bisa saja menghindar tapi tidak ada kekuatan untuk itu. Yang bisa aku lakukan hanya menyebut asma Allah pada setiap jantung berdetak. Itu saja, namun keampuhannya membuat tangan itu kembali pergi, menyusup diantara buku seperti semula.

Langsung saja aku mencarinya, mengobrak-abrik buku di meja. Tidak ada apa-apa. Aku pun berbaring kembali. Aneh, tangan itu muncul kembali dan secepat kilat menjuju leher. Hembusan anginnya begitu terasa, membuat aku makin tidak berdaya. Lagi-lagi tangan itu pergi dan menghilang di meja tulis. Namun ketika aku mencarinya, sama sekali tidak ada bekasnya sekalipun.

Ketika aku berbaring kembali, tangan itu mendekat dengan kecepatan yang makin tinggi. Namun asma Allah telah dapat mengusirnya dan pergi ke tempat semula. Aku obrak-abrik seisi meja, tidak ada yang mencurigakan.

Baru aku duduk di tepi tempat tidur, mataku terbelalak menyaksikan datangnya seorang nenek yang tiba-tiba muncul di hadapanku. Wanita renta tapi masih tegap dalam kekurusannya, wajahnya keriput seperti halnya bagian tubuh yang lain. Pakaian yang menutup tubuhnya kusut dan rambutnya terurai putih termakan usia. Namun sorot matanya sangat tajam, tiada berhenti memandang mataku.

Dalam asma Allah aku mencuri pandang memperhatikan tubuhnya tiada henti. Tiba-tiba terbetik perasaan untuk menyambutnya sebagai tamu, tapi tidak, aku tidak mengenalnya sama sekali. Aku tetap duduk terpaku, tidak membalas sorot matanya yang makin tajam.

Tiba-tiba tubuh nenek itu mengecil dan makin mengecil sampai akhirnya sangat kecil untuk disebut tubuh manusia. Dan, sret …. Bagaikan tersilet jempol kananku terbuka dan nenek mungil itu segera masuk dan menutup kembali luka yang terasa sangat sakit. Sakit sekali untuk dibilang nyeri walau hanya sekejap.

Namun ajaib, jempol itu tertutup rapat tanpa ada bercak darah tersisa ataupun tanda-tanda lain. Rasa sakit pun lenyap sudah. Namun aku sama sekali tidak berani untu melanjutkan tidur sebelum ketemu dengan Pak Kati. Jadilah aku lembur semalaman menunggu pagi.

Pagi-pagi itu aku langsung mengarah ke pondok Pak Kati, dengan bantuan sebutir telur ayam kampung beliau mengeluarkan nenek yang saat itu bermarkas di jempol kaki kananku. “Yang dituju nenek itu jantung. Untung dia terkunci di sini, tidak bisa kemana-mana.” Kata Pak Kati, “Itulah pentingnya asma Allah pada setiap jantung kita berdetak.”



Kantor Berdarah

Sungguh hebat para penjaga kantor menjaga rahasia, sehingga kejadian yang sangat mengerikan di kantor itu cukup lama tidak terbongkar. Namun serapat-rapatnya menyimpan terasi, akan tercium juga baunya. Demikian juga kejadian menjelang maghrib selama tiga hari berturut-turut setelah kematian Jamaluddin.

Menjelang maghrib, seperti biasa Anwar menyalakan lampu kantor. Namun ia sangat terkejut ketika di bawah soorot lampu terlihat bercak darah berceceran. Dalam ketakutan dipanggilnya sang isteri.

Mereka berdua berusaha membersihkan setiap bercak darah yang ternyata bertebaran di seluruh ruangan kecuali ruangan pimpinan yang tertutup karpet. Satu tekad yang harus dijaga, siapa pun tidak boleh tahu, termasuk Zuki, rekan jaga malamnya. Malam itupun berlalu sebagaimana biasa.

Namun apa mau dikata, sehabis isya malam berikutnya Zuki datang ke kantor. Tetapi kantor masih gelap gulita, Anwar belum datang. Zuki pun menyalakan lampu dan betapa terkejutnya ketika ia sadar bahwa keramik putih di sekelilingnya penuh bercak darah.

Zuki menelusuri tangga dan seluruh ruangan yang ternyata penuh bercak darah. Tanpa menunggu Anwar, darah-darah itu dibersihkannya. Sama seperti Anwar, Zuki juga ingin menyimpan rahasia itu serapat mungkin. Namun demikian, tak pelak, malam itu merupakan malam jum’at paling mengerikan selama hidupnya.

Dasar harus terbongkar, Anwar yang membawa serta isterinya dan Zuki beserta seorang temannya tiba-tiba sampai di kantor pada saat hampir bersamaan. Usai maghrib. Teman Zuki terperanjat dan ketakutan menyaksikan bercak darah yang berceceran di lantai sampai tangga menuju lantai dua, berlari ketakutan.

Akhirnya masing-masing buka rahasia dengan tetap pada satu tekad, tidak akan membiarkan orang lain tahu. Sebab kalau hal ini sampai bocor akan menghebohkan seisi kantor.

Namun ketika kejadian itu sudah berumur satu minggu, desas-desus bercak darah seantero kantor sampai juga di setiap telinga. Ibu-ibu membicarakannya di setiap sudut dan dilengkapi dengan berbagai praduga. Dalam sekejap suasana kantor menjadi sangat mencekam.

Aku tidak terlalu terkejut ketika berita itu sampai namun tidak ada salahnya segera mengkonfirmasikan kebenarannya dengan Zuki dan juga Anwar. Dan yang paling penting aku tahu tepatnya peristiwa itu terjadi.

‘Tiga hari berturut-turut, malam kamis, malam jum’at dan malam sabtu seminggu lalu. Persis waktunya dengan kejadian aneh yang menimpaku. Sore hari darah berserakan dan malam harinya setan bergentayangan.’ Tiba-tiba nyaliku memble, takut dan menjadi sangat ketakutan.

Hari itu juga aku langsung menemui Pak Kati. Menceritakan kejadian yang sangat membuat mentalku lumer.

“Begitulah cara mereka memanggil setan,” Pak Kati memulai, “Yang paling penting dan harus selalu kamu lakukan adalah tetap bermental baja, jangan merasa takut walau hanya terbesit. Percayalah Allah selalu bersama kita. Sebut asma-Nya pada setiap jantung berdetak.”

PESAN SPONSOR======================================================

Banyak tawaran meraup penghasilan dari internet,
gratis awalnya tetapi ujung-ujungnya bayar juga karena memang
mereka jualan barang atau jasa.
Tetapi untuk yang satu ini benar-benar GRATIS, makanya saya gabung.
Silakan buktikan sendiri dengan mengklik :

http://www.tantangan50juta.com/?r=dinoto

========================================================TERIMAKASIH

Tidak ada komentar:

Posting Komentar