Rabu, 10 Februari 2010

JAS MERAH

…. Inipun sebuah artikel tua, hampir sepuluh tahun lalu ….

Dua tahun lalu, sebuah harian ibukota memberitakan tentang rencana pemekaran Kabupaten Indramayu. Sepuluh kecamatan paling barat masuk dalam kabupaten baru, Kabupaten Indramayu Barat.

Tetapi ketika otonomi daerah mulai bergulir, berita itu semakin samar dan sekarang makin tidak jelas ujung-pangkalnya. Semua unsur seperti terkesiap, disibukkan oleh otonomi yang berarti otomoni (auto-money) dan bukan lagi onotomi (semua lancar asal ada Tommy dengan mega-proyek Cendana).

Keterbengkalaian pemekaran wilayah ini seakan menjadi firasat, ada keganjilan yang harus dibenahi. Sesuatu yang melupakan sejarah, yaitu sejarah lahirnya Indramayu yang baru saja diperingati sebagai yang ke-474.

Berbicara tentang Indramayu, tentu tidak akan lepas dari Raden Aria Wiralodra dan Nyi Endang Darma. Pada suatu hari, Nyi Endang Darma seorang wanodya berparas ayu (cantik jelita) menemui R. A. Wiralodra seorang ksatria Begelen yang lebih dahulu babad di Indramayu. Beliau memperkenankan Nyi Endang Darma untuk babad-babad di belantara sebelah barat Sungai Cimanuk yang belum dibabadnya.

Pola babad Nyi Endang Darma dan pengikutnya sangat khas, babad-babad langsung ditanami. Dengan demikian belantara berubah menjadi lahan budidaya, dan masyarakat pun makin berdatangan mengikutinya. Tidak dapat dipungkiri kalau cara babad para karuhun ini pada akhirnya memberi warna terhadap pola hidup keturunannya sekarang.

Di era pembauran seperti sekarang ini sangat sulit untuk membandingkan satu sama lain kecuali yang berkompeten dengan sosiologi pedesaan. Bukan hanya karena masing-masing saling beradaptasi tetapi juga terkontaminasi oleh budaya luar.

Aspek historis memang sering dilupakan dalam pengambilan suatu keputusan penting. Apalagi hanya dongeng getok-tular yang tidak dapat dibuktikan secara tertulis. Riwayat Nyi Endang Darma memang terputus hanya sampai perkelahiannya dengan Pangeran Guru dan 25 prajuritnya dari Palembang yang mengakibatkan geramnya Wiralodra karena keratonnya luluh-lantak. Makam Pengeran Guru sampai sekarang masih ada, demikian juga para prajuritnya (Makan Selawe) sedangkan makam Nyi Endang Darma tidak pernah ada khabar beritanya. Namun demikian, tidak ada salahnya kalau getok-tular ini dijadikan bahan renungan.

Getok tular itu sama sekali tidak sepemikiran dengan draft yang kata harian itu sudah mendekati final, yang menetapkan wilayah Indramayu Barat meliputi 10 kecamatan, yaitu Kecamatan Haurgeulis, Bongas, Anjatan, Sukra, Kandanghaur, Gabuswetan, Kroya, Losarang, Cikedung dan Lelea yang meliputi 121 desa atau hampir 1/3 jumlah desa yang ada di Indramayu sekarang.

Demikian pula sangat jauh dari dongeng merencanakan Sindang masuk Indramayu Timur, apalagi Lohbener, Widasari dan Bangodua. Sebab batas babadan Wiralodra adalah Sungai Cimanuk. Patut diketahui bahwa Sungai Cimanuk yang dimaksud getok tular adalah Sungai Cimanuk yang bekasnya menembus ibukota Kabupaten Indramayu sekarang, bukan limpahannya yang dibuat penjajah 80 tahun lalu, apalagi yang lebih muda umurnya.

Dongeng getok tular memberi wawasan bahwa Indramayu Timur meliputi Kecamatan Kertasmaya, Jatibarang dan Indramayu di sebelah barat sampai ke timur berbatasan dengan Kabupaten Cirebon serta Laut Jawa di timur lautnya. Bila dilihat dari luas wilayahnya maka menjadi relatif sempit, hanya 45.850 Ha atau sekitar 1/5 dari luas wilayah Kabupaten Indramayu sekarang (204.011 Ha) atau sedikit lebih sempit dari luas dua kecamatan di Indramayu Barat yaitu Kecamatan Haurgeulis dan Cikedung (48.495 Ha).

Indramayu Barat yang sangat luas itu kebanyakan terdiri atas sawah dan lahan terbuka, sementara di timur Sungai Cimanuk sumberdaya manusia menjadi potensi utama untuk maju.

Balik pemikiran ke dongeng masa lalu memang sangat tidak populer karena tidak ada segi ilmiah yang mendukung. Apalagi kalau dikaitkan dengan hitung-hitungan sumberdaya minyak dan gas bumi yang terpendam di dalamnya. Tetapi tiada salahnya kalau hal ini menjadi alternatif pemikiran untuk mencapai Indramayu Mulih Harja seperti yang diwangsitkan Raden Aria Wiralodra. Bung Karno pernah mewanti-wanti, “Jangan Sekali-sekali Melupakan Sejarah !” dalam sebuah pidatonya yang lebih dikenal sebagai “Jas Merah”.


PESAN SPONSOR======================================================

Banyak tawaran meraup penghasilan dari internet,
gratis awalnya tetapi ujung-ujungnya bayar juga karena memang
mereka jualan barang atau jasa.
Tetapi untuk yang satu ini benar-benar GRATIS, makanya saya gabung.
Silakan buktikan sendiri dengan mengklik :

http://www.tantangan50juta.com/?r=dinoto

========================================================TERIMAKASIH

Tidak ada komentar:

Posting Komentar