Kamis, 11 Februari 2010

RINGSEK SOK RINGSEK

Ga’ berubah, 10 tahun lalu sampai sekarang, tetap begini.


Di tengah isyu El-Nino yang berkembang sekarang, hujan turun terkadang kelewat deras. Untuk kesekian kali, isyu sentral yang dihembuskan BMG dan semua sudut pelayanan masyarakat itu seakan hanya barang bualan belaka.

Sebagai bagian dari negeri agraris ini, beberapa lokasi di Kabupaten Indramayu memang gagal panen, hamparan sawah yang membentang di Kecamatan Kroya, Bongas dan Gabuswetan diratapi pemiliknya. Sementara padi sawah di sepanjang jalan nasional menjelang Celeng sempat merintih kesakitan sehingga daunnya menguning sebelum berbulir, beruntunglah air segera mengguyur menjadi obat lara. Sedangkan petani di Kecamatan Kandanghaur bersorak sorai melawan anjuran pemerintah, meneruskan menanjapkan benih padinya yang sudah berumur 3 minggu. Petani di Kecamatan Haurgeulis justeru bangga menikmati kekeringan, saat isyu itu diramalkan terjadi padi di sawah mereka sedang menuju pengerigan bulir yang lebih baik tanpa kucuran hujan.

Satu hal yang sama dirasakan oleh petani Indramayu sekarang adalah rendahnya harga gabah ! Ketika masyarakat Haurgeulis memetik padi dua bulan lalu, tengkulak langsung menawar gabah dari sawah mereka Rp. 150.000,-/kwintal. Ironisnya sejalan dengan makin banyaknya daerah yang mengalami gagal panen maka harga gabah kering giling terpeleset sampai menyentuh Rp. 1000,-/kg.

Secara hukum pasar bersaing sempurna, keterbatasan supply akan memperkuat posisi tawar produk. Namun tidak demikian dengan gabah petani, karena di dalamnya bercokol berbagai kepentingan yang menyebabkan terjadinya pasar persaingan sempurna semu.

Seperti diketahui bahwa pemerintah telah membiarkan harga gabah sesuai dengan harga di pasaran sekalipun di balik itu ditetapkan juga harga minimal dan maksimal. Namun patokan yang sudah sering berubah dan dibuat terus menerus itu bukan menjadi kendala bagi petani karena pemerintah hanya bisa mematok harga tetapi tidak dapat menentukan harga. Harga gabah petani dari tahun ke tahun ditentukan tengkulak yang secara langsung bisa menolong mereka dibanding koperasi dan Dolog ataupun jajaran pemerintah umumnya.

Di saat harga sangat rendah seperti sekarang ini saja, hanya tengkulak yang dapat membantu mereka. Soko guru ekonomi tidak berkutik kecuali menggurui dan kalangan pemerintah hanya sebatas cuap-cuap bela diri dan menyalahkan petani. Sedangkan Dolog bertindak dolog dengan mendatangkan beras impor !

Tindakan terakhir itulah yang menyebabkan penderitaan petani sampai ke akar penderitaan saat ini. Ketika bulir padi kebanyakan tidak terisi, dipanen dengan ongkor bayar sangat tinggi dan menatap ke belakang, betapa sudah banyaknya biaya produksi untuk pupuk dan insektisida yang sudah dibuang. Harga gabah pun anjlok tanpa ampun !

Walaupun banyak yang meragukan, hanya pengamat pertanian yang tidak tahu kondisi lokal saja yang mengatakan bahwa petani kita tidak efisien sehingga harus mengelola lebih efisien dengan mesin-mesin dan teknologi modern. Mereka bercermin dari petani Paman Sam tempat mereka menimba ilmu, ahli pertanian itu bercermin pada Vietnam yang luasan lahan pertanian petaninya 20 kali lebih luas dari petani Indonesia, yang lain mengacu kepada China yang petaninya menikmati harga pupuk dan insektisida dari pasar internasional yang tentu saja murah meriah.

Para pejabat pertanian negeri ini baru bisa menina-bobokan petani dengan subsidi pupuk, insektisida dan saprotan lain. Semuanya hanya sumbangan semu dan sama sekali tidak mendidik petani atau bahkan menjadikan petani sebagai tumbal keuntungan pihak lain termasuk aparat pemerintah itu sendiri.

Bertahun-tahun petani menjadi penikmat subsidi yang ditipu dengan pupuk dan insektisida palsu serta saprotan yang tidak bermutu. Sehingga saat ini penggunaan pupuk dan insektisida sudah menyentuh kadar yang membahayakan (bila kandungan bahan aktifnya sesuai dengan yang tertera di kemasan), sementara pembaharuan peralatan mesin pun sudah menjadi latah.

Jadi penikmat keuntungan subsidi itu siapa ? Sama sekali bukan petani.

Itulah sebabnya, lebih baik budaya subsidi yang menyebabkan kehidupan petani menjadi alam semu ini segera dihapuskan. Tidak perlu diganti dengan sistem Direct Payment to The Farmers seperti yang dilakukan oleh Malaysia, apalagi pengerukan hasil produksi oleh Dolog seperti yang dilakukan Amerika untuk mestabilkan harga bahan pangan mereka atau bahkan menjiplak teknologinya yang sudah pasti tidak pas, tetapi jaga jarak dengan pasar beras internasional seperti yang dilakukan Negeri sakura.

Biarka petani menikmati harga insektisida dan pupuk internasional serta mesin-mesin sederhana yang berkualitas dibiarkan masuk negeri ini. PT Pusri dan PT Pupuk Kujang tidak melakukan dumping, bahan-bahan kimia dan alat-alat pertanian bea masuknya diturunkan. Tanpa subsidi seperti yang selama ini dilakukan sekalipun, maka petani Indonesia akan mampu mengahasilkan beras yang bisa bersaing dengan sampah-sampahnya depot logistik Amerika, China ataupun Vietnam.

Sekali alagi, stop subsidi ! Bila pemerintah masih menjadikan petani sebagai sumber pendapatan dan menjadi pasar terbesar penjualan saprotan yang bisa diharapkan maka sekalipun dengan harga pupuk dan insektisida yang melambung tinggi, petani akan bisa menikmati kehidupannya secara maksimal apabila beras-beras pasar internasional itu tidak dibiarkan masuk.

Kalau keadaan seperti sekarang, petani hanya akan menjadi pahlawan bagi mereka yang mengambil keuntungan sementara mereka terus tiarap dalam himpitan penderitaan. Kehidupan petani akan terus ringsek dan tidak akan berubah sekalipun jutaan rangkaian bunga menyambutnya sebagai “Pahlawan Pangan”.

PESAN SPONSOR======================================================

Banyak tawaran meraup penghasilan dari internet,
gratis awalnya tetapi ujung-ujungnya bayar juga karena memang
mereka jualan barang atau jasa.
Tetapi untuk yang satu ini benar-benar GRATIS, makanya saya gabung.
Silakan buktikan sendiri dengan mengklik :

http://www.tantangan50juta.com/?r=dinoto

========================================================TERIMAKASIH

Tidak ada komentar:

Posting Komentar