Minggu, 09 Mei 2010

DEMONSTRASI INTELEK DAN DEMONSTRASI IN TELEK

Demo, demo dan demo. Setiap ari ada demo, itulah keadaan kita saat menuju orde impian, repot-nasi, eh ... reformasi.

Intelek dan in Telek adalah dua buah kata yang boleh saja dibilang ’bagai pinang dibelah dua’ dengan mandau karatan, tumpul pula. Jadilah kedua belahannya tidak saling sama.

Dalam kamus umum bahasa Indonesia (KUBI) yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, tertulis, bahwa intelek dapat diartikan sebagai daya atau proses pikiran yang lebih tinggi yang berkenaan dengan pengetahuan, daya akal budi, dapat juga diartikan sebagai terpelajar atau cendekia.

Sedangkan in Telek adalah dua kata yang tidak hanya mengandung kesatuan arti tetapi juga asal muasalnya dari dua negeri yang saling berjauhan. In sendiri berasal dari negeri Tante Elizabeth dan Telek adalah salah satu kata yang ada dalam bahasa sehari-harinya Si Mas yang beratnya tidak pernah dinyatakan dalam gram.

In artinya di dalam dan Telek kira-kira analog dengan ransum bermutu tinggi yang di patuk ayam, selanjunya mengalami proses biologis yang sedemikian rumit dalam tubuh dan setelah zat-zat yang berguna untuk hajat hidupnya sebagian besar terserap, ya.....dikeluarkan! Kira-kira begtulah telek dan jadilah telet untuk sebutan jelek-jelek.

Lantas apa hubungannya dengan demonstrasi? Sekali lagi, kata KUBI yang sama, demonstrasi adalah pernyataan proses yang dikemukakan secara massal atau unjuk rasa. Suatu kegiatan yang sedang marak akhir-akhir ini.

Tidak boleh dilupakan bahwa sangat besar peran demonstrasi dalam perjuangan berdiri dan tegaknya Orde Baru yang penuh liku-liku. Kalau diumpamakan Orde Baru adalah suatu mahluk dengan sejuta nyawa, maka tidak kurang dari puluhan atau ratusan bahkan ribuan nyawa cadangannya adalah demonstrasi.

Demonstrasi-demonstrasi intelek yang dilakukan para cendekia yang digodog dalam Kawah Candradhimuka, penuh pemikiran murni dan jernih menyebulkan inspirasi suci dalam menjalankan roda kehidupan berbangsa dan bernegara.

Namun demikian tidak boleh dilupakan atau diabaikan, bahwa demonstrasi intelek pun bisa tiba-tiba berubah menjadi demonstrasi in Telek. Karena dalam ketertiban unjuk massal cendekia muda dengan misi sucinya sering menyusup oknum-oknum yang sengaja ataupun tidak sengaja tetapi dapat merusak keluhuran perjuangan mahasiswa, memanfaatkan situasi untuk perut yang perlu diisi dengan sedikit aksi atau cuma sensasi.

Demonstrasi intelek mempunyai misi yang berbeda dengan para demontrasi in Telek yang sering tiba-tiba ada di tengah-tengah dan tidak bisa dibedakan lagi (sekilas) dengan para cendekia. Warga kampus membawa pemikiran idealis yang realistis, sedang golongan penyusup berpola pikir kolonialis yang kapitalis, sehingga tidak jarang merampas hak-hak orang lain seperti halnya penjajah dan tidak segan-segan menjadi penjara dan tempat yang paling tepat buat mereka sebenarnya bukan ikut dalam barisan demonstrasi intelek tetapi membuat aksi sendiri berbondong-bondong masuk penjara.

Penyusupan pendatang gelap dan akibat-akibat yang ditimbulkannya dalam unjuk rasa bukanlah masalah baru. Sejarah negeri ini mencatat suatu kejadian yang tidak boleh dilupakan, Malari. Peristiwa yang hampir membumihanguskan Ibukota tercinta dan seluruh negeri ini.

Malapetaka 15 Januari, tepatnya terjadi tahun 1974. Yang semula hanya aksi mahasiswa di lingkungan Kampus Kuning. Kemudian turun ke jalan penuh yel-yel tapi akhirnya masuklah para intelek diantara gegap gumita langkah intelek dan suasana menjadi huru-hara yang brutal. Perusakan pembakaran dan penjarahan!

Sementara Hariman Siregar, Sang Singa Dewan Mahasiswa The Yellow Jaclet (DM-UI), jadilah Bung kita ini bak singa ompong yang tidak lagi dapat mengendalikan massa yang semula digerakkannya. Karena memang sebagian bukan lagi massanya, para singa kampus. Fatalnya gigi palsu buat sing belum ada atau tidak ada yang mau ambil resiko untuk memesangkannya? Sudah bisa ditebak, tak lama kemudian perintah penahanan terhadapnya turun langsung dari Pangkopkamtib Jendral Soemitro. Jadilah Bung gagah kita Penghuni Hotel Prodeo.

Salah satu arsitek Orde Baru yang baru saja meninggalkan kesemua fana ini menghadap Sang Kholiq, Jendral Soemitro mewariskan Kepada kita catatan kejadian yang sangat memprihatinkan dan tejadi hampir 2 windu yang lalu itu scara rinci, gambalng dan jelas dalam ”Pengkopkamtib Jendral Soemitro dan Peristiwa 15 Januari 1974” yang diterbitkan sebuah penerbit di Jakarta.

Belajar dari sejarah maka par cendekiawan muda dalam menyampaikan aspirasi sucinya bukan bukan hanya harus tetap lurus dalam jalur ke-intelekkannya tetapi juga harus membentengi barisannya dari para intelek yang punya niat jelek. Pagar betis lengan dan pikiran!

Yang lalu biarlah berlalu sekarang tinggal penghuni kawah candradimuka wujudkan suatu penyampaian aspirasi yang intelek dalam situasi yang intelek pula, sehingga semuanya benar-benar menunjukan ke-Intelekan.

PESAN SPONSOR======================================================

Banyak tawaran meraup penghasilan dari internet,
gratis awalnya tetapi ujung-ujungnya bayar juga karena memang
mereka jualan barang atau jasa.
Tetapi untuk yang satu ini benar-benar GRATIS, makanya saya gabung.
Silakan buktikan sendiri dengan mengklik :

http://www.tantangan50juta.com/?r=dinoto

========================================================TERIMAKASIH

Tidak ada komentar:

Posting Komentar