Selasa, 04 Mei 2010

TRIK TEMBUS UMPTN (1) DISIPLIN

”Karena banyak kegiatan di sekolah, waktu itu gue tidak sempat mengerjakan PR. Sebenarnya tidak banyak seperti biasanya, cuma 75 soal !” Seorang teman kuliah menceritakan tentang Bimbingan Tes yang diikutinya, ”Gue disuruh berdiri dengan kedua tangan di atas meja.”
”Plok!” Dengan keras sebatang rotan yang diayunkan pengajar tunggal itu mendarat di pantat. ”Gue cuma bisa meringis kesakitan.”
Para sesepuh kita yang menjalani pendidikan masa kolonial tentu tidak akan asing dengan kejadian seperti itu. Demikian juga para senior yang sempat mengenyam pendidikan pada awal kemerdekaan akan menganggap hal itu biasa di zamannya. Pendidik dengan rotan di tangan !
Namun jangan kaget, cerita di atas ternukil dari pengalaman teman kost. Seorang alumni sekolah favorit yang lulus SMA tahun 1986. Terjadi di kota Megapolitan, Jakarta ! Apakah Anda termasuk orang yang menganggap hal semacam itu sebagai sesuatu yang luar biasa -untuk memperhalus kalimat ”Pelanggaran HAM” ?
Bimbingan belajar atau lebih dikenal saat itu sebagai Bimbingan Test tempat kejadian feodal itu berlangsung adalah tempat yang paling disegani di Jakarta. Sudah puluhan tahun Sang Guru mengantarkan lebih dari 90 persen siswa bimbingannya berhasil memasuki perguruan tinggi yang diidamkan. Secara sportifnya beliau tidak lupa dengan bangga mengucapkan selamat kepada mereka dengan memasang iklan besar-besar di media massa nasional atas keberhasilan mereka yang ’dihajarnya’ itu.
Disiplin. Semata-mata hanya disiplin. Itulah yang sangat ketat diterapkan di bimbingan belajar yang sangat mahal itu. Itulah sebabnya muridnya pun selalu berjubel. Tidak adakah protes dari orang tua siswa? Kalau boleh penulis bilang, teman yang satu itu juga ayahnya seorang perwira di Disbintal TNI-AD. Dan peserta lain pun tentunya tidak akan dapat ikut belajar di tempat yang keras itu kalau tidak punya uang jutaan rupiah (dengan kurs sekarang sekarang sudah mencapai puluhan juta rupiah !).
Kalau bimbingan belajar semacam itu dibuka di Batusangkar atau kota kecil lainnya, penulis kira tidak akan ada siswanya. Bukan hanya karena ngeri, tetapi biaya yang sangat tinggi. Bahkan bisa diserbu masa yang tidak terima anaknya diperlakukan seperti itu. Atau malah pegajarnya yang tidak ada, karena dikeroyok murid.
Generasi sekarang kurang disiplin ? Semangat belajarnya kendor ? Ya, namanya juga murid. Bukankah sejak di sekolah dasar kita kenal pepatah, ”Guru kencing berdiri, murid kencing lari.’ Jadi kalau guru masih suka merokok di luar rumah maka murid pun akan dengan bangga dapat membuang puntung rokok di halaman sekolah. Bermakna juga kalau guru tidak mau belajar, jangan salahkan kalau siswanya malas. Demikian juga jangan berharap siswa menguasai materi pelajaran kalau gurunya saja tidak memahami dengan baik. Kembali ke pokok persoalan, jika mengharapkan murid berdisiplin sementara gurunya hare-hare maka hanya keajaiban yang menyebabkan harapan itu tercapai.
Pengajar datang tepat waktu dan siap untuk mengajar. Semua itu akan membawa siswa ke arah ”kedisiplinan” yang rumit sekalipun. Seperti contoh di atas, soal-soal yang jumlahnya sekitar 100 buah pada setiap pertemuan yang 5 kali dalam seminggu. Karena diimbangi dengan kesiapan dan kedisiplinan serta kekonsekuenan pengajar menimbulkan kepuasan tersendiri bagi siswanya. Tanpa penolakan siswa, apalagi ancaman dari orangtua.
Mungkin bisa saja mengelak dengan mengatakan bahwa disiplin mereka terwujud karena animo untuk memasuki perguruan tinggi idaman yang sangat tinggi dan kemauan belajar yang luar biasa. Atau terpaksa harus belajar karena orangtuanya telah membayar sedemikian mahal ?
Sedisiplin inikah mereka yang les di guru kelas yang notabene selalu diiringi dengan perbaikan nilai rapor ? Bukan rahasia kalau bagi mereka adegium yang berlaku adalah ”Nilai rapor yang ikut les minimal 7, sementara hanya maksimal 7 bagi yang tidak ikut les.” Namun jangan harapkan hasil bimbingan ini menjamin siswa bernilai cemerlang itu untuk bisa menembus Tes PTN.
Pemberian sanksi yang teramat berat seperti di atas sebenarnya tidak mudah diterapkan. Hal ini menuntut konsekuensi, bukan sekedar penolakan, protes ataupun pelaporan pelanggaran HAM tetapi yang paling penting adalah keteladanan dari pemberi sanksi itu sendiri.
”Yang mahal kan, upah algojonya!” Tukas rekan yang juga alumni dari Bimbingan Belajar yang sama itu menimpali.
Tetapi kami punya pengalaman tersendiri, membawa adik-adik siswa SLTA ke PTN jempolan dengan cara tersendiri. Semboyannya sederhana bahkan terkesan prokem, ”Ga’ mau belajar, tak perlu bayar, silakan keluar.” Salah satu cara yang diterapkan adalah memberikan PR yang cuma 20 sampai 30 soal saja setiap pertemuan. Kalau pada waktunya tidak di kerjakan, ya...silakan keluar. Untungnya tidak ada yang berani melanggar sampai 3 kali pertemuan, karena sesuai konsensus awalnya adalah 3 kali melanggar adalah tanda minta keluar. Berarti good bye.
Itu suasana di Bimbing Belajar, dimana mungkin pengajar dapat menerapkan peraturan tersendiri, bagaimana dengan di sekolah ? Sebenarnya adegium ”Tidak siap silakan keluar!” bisa diterapkan. Bukan hanya murid yang harus mengerjakan PR dan mempelajari materi yang akan diajarkan tetapi juga pengajar tidak perlu memaksakan diri kalau memang tidak siap. Itu prinsip yang pernah penulis terapkan ketika dalam waktu yang sangat terbatas (hanya 5 kali pertemuan) harus membekali siswa kelas III-IPS yang tidak pernah belajar matematika di kelas akhir tersebut, padahal EBTANAS 1996/1997 saat itu sudah di depan mata. Alhasil, kerja keras itu mengantarkan mereka meraih NEM matematika terbaik di tingkat kabupaten.
Pengajar siap mengajar membawa murid ke arah kedisiplinan terpenting, siap untuk belajar. Bukankah dengan disiplin semua persoalan bisa diatasi ? Termasuk keinginan tembus UMPTN.
Sampai sekarang Anda tidak bisa berdisiplin diri dalam belajar ? Sudah sangat Terlambat ? Sama sekali tidak ! Mulailah dari sekarang. Semoga bermanfaat.

PESAN SPONSOR======================================================

Banyak tawaran meraup penghasilan dari internet,
gratis awalnya tetapi ujung-ujungnya bayar juga karena memang
mereka jualan barang atau jasa.
Tetapi untuk yang satu ini benar-benar GRATIS, makanya saya gabung.
Silakan buktikan sendiri dengan mengklik :

http://www.tantangan50juta.com/?r=dinoto

========================================================TERIMAKASIH

Tidak ada komentar:

Posting Komentar