Senin, 10 Mei 2010

IBU

Tidak ada manusia yang pernah meremehkan peran-mu, kecuali mereka yang termasuk golongan bukan manusia !


Ibu. Begitu besar makna tiga huruf itu bagi kelangsungan perputaran roda bumi sehingga penghuninya sangat mengagumkannya.
Dalam tangis, anak kecil memulai isaknya dengan, ”Ibu...! Keselamatan disyukuri sebagai, ”Berkat doa Bunda,” Ketidaksengajaan dan keterkejutan pun diselingi, ”Duh, Biyung !” ”Akh, Ibu”. Juga menjadi awal kesalahan yang tetap dijalankan. Masih banyak kejadian lain yang menyentakkan hati nurani lebih sering membuat latah,”.....Ibu”.
Ibu pun merupakan suatu gelar kehormatan yang disandang seorang istri. Orang rumah Pak Lurah otomatis dipanggil Bu Lurah. Istri Pak Guru tidak sedikit memanggilnya sebagai Bu Guru. Tidak ada pembawa acara yang berani menolak bila harus menyebut pendamping setia Pak Gubernur sebagai ”Ibu Gubernur yang kami hormati”.
Namun sebaliknya kepada pendamping hidup Ratu Britania Raya di singgasana, tentu tidak akan ada wartawan yang menulisnya sebagai ”Raja Inggeris” karena artinya bertolak belakang. Demikian juga suami Bu Desa tidaklah patut disebut Pak Desa karena sekalipun setiap hari beliau hadir di Kantor Kepala Desa bukan untuk ngantor tapi untuk ngantar isteri ngantor.
Penghargaan untuk ibu bukan hanya sampai di situ, hubungan personal semata, tetapi terkait dengan hal lain sehingga melahirkan berbagai pesonifikasi. Penduduk negeri nan indah permai bak hamparan zamrud di katulistwa ini denan bangga menyebut tanah leluhurnya sebagai Ibu Pertiwi. Penghuni Batavia juga lebih senang menyebut dirinya tinggal di Ibukota, sama sekali bukan Ibukota Kecamatan ataupun Ibukota Kabupaten atau bahkan Ibukota Provinsi DKI Jakarta.
Dunia sana punya The Mother’s Day. Selain itu, negeri permai ini punya hari khusus untuk kaum ibu, yang diperingati setiap tanggal 22 Desember seperti yang baru saja kita peringati bersama yang belum lama ini. Terlepas dari anggapan bahwa hari yang lain adalah milik bapak-bapak toch sampai sekarang tetap tanpa peringatan hari Bapak. Pencetusan Hari Ibu merupakan pengejawantahan dari penghargaan yang sangat tinggi terhadap ketulusan seorang ibu.
Makna ibu sedemikian agung, tetapi berbeda nasib dengan ciri, sifat serta fungsi ibu sendiri. Di KTP ibu-ibu di tulis jenis kelaminya wanita, ada juga yang menuliskannya sebagai perempuan. Biodata yang dibagikan kepada peserta penataran-penataran sering mencantumkan status kawin/janda tetapi jarang yang menyertainya dengan kata duda buat pilihan janda jantan.
Konotasi negatif diarahkan orang bila kata ”wanita” disebut. Ada Wanita Tuna Susila (WTS), buat penghibur pria hidung belang yang lebih favorit daripada PTS, Pria Tuna Susila yang boleh jadi jumlahnya lebih banyak lagi bahkan bisa jadi pabrik WTS. Padahal kata WTS tidak selalu miring, bisa jadi sebutan yang pas untuk istri-istri yang ditinggal merantau oleh suami tercinta Wanita Tinggal Suami, demikian juga pas untuk gadis tetangga yang wajib dilirik Wanita Tetangga Sebelah.
Wanita sering dipanjangkan sebagai ”wani ditata” yang artinya bisa diatur alias bisa dibentuk sesuai keinginan, sehingga banyak ibu-ibu yang tidak mau menulis jenis kelaminnya dengan wanita. Banyak yang lupa, ada Polisi Wanita yang dikenal lebih konsisten dalam menjalankan tugasnya daripada yang tanpa embel-embel wanita.
Denikian juga kata ”perempuan” tidak lebih baik nasibnya daripada kata wanita. Per-empu-an, dapat di-empu-kan persembahan, dapat dipersembahkan. Tidak sedikit yang terpengaruh oleh pandangan sinis Motinggo Busye dalam romannya ”Perempuan” yang menceritakan perempuan pendamping hidup Maeda sebagai mahluk misterius yang dengan bangga dapat menari-nari lemah gemulai di balik kelambu perih dan derita suami yang sebenarnya sangat tahu apa yang selalu dilakukannya.
Sekarang dikalangan jet set populer istilah PIL yang lebih diartikan sebagai Perempuan Idaman Lain daripada Pria Idaman Lain yang menjadi penyebabnya. Tidak kalah negatifnya istilah perek (permpuan eksperimen) untuk menggantikan sebutan WTS. Bagi yang cuma sekedar bisa dipandang disebut sebagai perek juga, perempuan eksotis. Demikian juga kalau tingkatnya dianggap sedikit ganjil yang bisa dijadikan pengamatnya kelewat usil, permpuan eksentrik.
Banyak yang lupa perek-perek yang lain, yang sangat berjasa memanjakan sesama mahluknya dengan barang-barang elektronik yang tercipta dari kepiawaian tangan trampil mereka, perempuan elektro yang banyak bekeja di berbagai perusahaan elektronika.
Status janda, terutama yang cantik dan kaya akan segera diarahkan ke makna yang sangat buruk terutama oleh mereka yang merasa tersaingi, sebagai penggoda suami-suami daripada bahan koreksi para ibu dalam melayani para suami yang tanpa di goda sekalipun sudah lebih dulu menggoda karena sangat tergoda. Padahal status demikian tentu bukanlah harapan seorang istri, bahkan mungkin tidak terbayang tentunyakan sebelumnya. Apalagi dulu, saat-saat indah merangkai kata berencana untuk membentuk sebuah bahtera rumahtangga. Dia adalah tamu tak diundang yang datang dan memaksakan diri untuk disandang. Apapun sebabnya.
Ironisnya ejekan kepada para janda yang lanjut usiapun tidak kalah menyiksa. Tidak banyak yang berfikir, bahwa tanpa ibu yang merelakan suaminya berlaga di medan juang, tanpa ke ikhlasan mereka bila memikul gelar yang sering menjadi bahan cemoohan itu, maka Taman Makam Pahlawan yang sampai sekarang masih banyak lowongan itu akan lebih kekurangan penghuni lagi.
Istri-istri yang jelas-jelas punya suami sekarang dapat juga diartikan menyimpang. Istri simpanan makin jadi sorotan tetapi kameramen lupa atau pura-pura tidak tahu, siapa orang yang menyimpan istri bahkan digambarkan sebagai monster yang menakutkan. Sementara suami-suami yang penuh pengertian akan kebersamaan dalam mengarungi lautan kehidupan berumahtangga dianggap sebagai angota ISTI, Ikatan Suami Takut Isteri. Tauladan dari Siti Khodijah, istri Nabi Muhammad SAW sering dilupakna.
Dalam lajang awalpun, sebelum menjadi seorang istri, calon ibu yang disebut sebagai perawan sering menjadi bahkan gunjingan. Bukan terpengaruh ”Perawan di Sarang Penyamun” atau pun keberhasilan detektif swasta dalam ”Mencari Pencuri Anak Perawan”. Mereka yang baru tumbuh dewasa itu disebut juga ABG, Anak Baru Gede, suatu sebutan yang seharusnya juga diberi kepada anak laki-laki yang baru minginjak akil baligh. Demikian juga ada yang mengolok-olok dengan kepangkatan militer, Prada dan Pratu. Jarang yang melirik kilas balik perjuangan perawan suci Maryam yang melahirkan Utusan Allah, Nabi Isa a.s.
Kembali ke soal ibu-ibu yang begitu berat fungsi dan tugasnya sekalipun sekarang bisa tidak berkurang karena tidak langsung menjadi ketua Organisai ini-itu dan sebagainya. Seorang ibu mantan walikota mengungkapkan bahwa tugas yang paling membebaninya adalah tugas sehari-hari di rumah. Kewajiban sebagai ibu rumah tangga.
Ibu tersebut memang sarat dengan pengalaman bertahun-tahun menjadi ibu nomor satu di puluhan organisasi. Beliau sangat menyadari tugasnya sebagai seorang istri.
””Rumah tangga adalah nomor satu !” Begitu beliau selalu mengingatkan kami,” kata Bu RT yang pernah dicatat penghulu sebagai seorang istri mantan Ketua RT kami almarhum menimpali.
”Tugas-tugas yang lain, sesulit apapun akan dapat diatasi dengan otak ataupun tangan. Sendiri, berkelompok atau bisa juga minta bantuan orang lain. Namun soal beban membebani, itu bukan sembarang masalah, Nak!”

PESAN SPONSOR======================================================

Banyak tawaran meraup penghasilan dari internet,
gratis awalnya tetapi ujung-ujungnya bayar juga karena memang
mereka jualan barang atau jasa.
Tetapi untuk yang satu ini benar-benar GRATIS, makanya saya gabung.
Silakan buktikan sendiri dengan mengklik :

http://www.tantangan50juta.com/?r=dinoto

========================================================TERIMAKASIH

Tidak ada komentar:

Posting Komentar