Senin, 10 Mei 2010

NYAMAN

Belasan tahun lalu, penumpang mencari kenyamanan perjalanan. Ekarang pun sama. Toch, dari dulunya juga sebenarnya seperti itu kok.

”LORENA memang sedang naik daun !” Ujar juru parkir tak resmi di halaman rumah makan Umega Gunung Medan ketika menyaksikan jubelan di pintu bus yang berbanding terbalik dengan penumpang yang baru turun dari Super Executive-nya ANS.
Angkutan umum yang bermarkas di Tajur dekat Kota Hujan itu sebenarnya baru seumur jagung menjelajahi Ranah Minang, tetapi karena keberadaannya dengan AKAP yang selama ini merajai jalan Lintas Andalas maka dalam waktu yang relatif singkat telah menjadi legenda tersendiri. Makin tenar berkat promosi dari mulut ke mulut para konsumen yang menikmati pelayanannya ataupun para pendengar cerita yang tidak pernah mau kalah untuk dapat lebih banyak lagi bercerita.
Tidak mengherankan kalau kepopuleranya mampu menembus ruang dan waktu. Bahkan dalam sebuah rumah tua di Piliang Labuah – Lima Kaum – Tanah datar, para ibu setengah abad-an tak mau ketinggalan membicarakan kenyamanan yang didapat bila ke Jakarta dalam pelukan LORENA. Padahal di Batusangkar sama sekali tidak terdapat billboard perusahaan bus tersebut, bahkan di terminal antar kotanya sekalipun. Untuk mendapatkan tiketnya harus ke Padang atau terminal Solok yang jaraknya tidak dapat dibilang dekat.
Pelayanan AKAP dengan motto Sabar-Sopan-Senyum ini telah mengikis anggapan awam, seperti obrolan para awak bus Sumatera Barat yang sangat yakin dan terpercaya bahwa para pelanggan fanatiknya tidak akan kepincut ke ain hati.
Bila dititik lebih jauh, maka keberhasilan bus bergaya interior Italia ini terletak pada trik-trik pelangganya yang dapat mengubah perjalanan panjang menyusuri kepadatan labar jalan bebas hambatan sampai ke pelabuhan dan liku-liku Bakauheni – Padang yang membosankan menjadi terasa nyaman.
Akankah AKAP urang awak terancam? Tidak perlu merasa demikian, bahkan kedatangan competitor dari tanah seberang ini hendaknya menjadi pemicu untuk terus berbenah diri, mungkin selama ini ada yang terlupakan diri sebagai raja lapangan. Bahkan tergodanya urang awak kepada warga baru itu hendaknya menjadi bahan koreksi yang selama ini mereka selalu dapati.
Tidak dapat dipungkiri bahwa selama ini bus-bus lokal memang sudah berusah menyesuaikan diri dengan kehendak konsumen yang semakin menyadari arti sebuah kenyamanan dalam perjalanan. Untuk dapat nyaman dalam bus ekonomi tersedia jumbo 2-2 dengan recleaning seat dan sedikit longgar daripada berdasarkan dalam kepadatan kursi 2-3. demikian juga sarana penunjang seperti televisi, cassete bahkan VCD sebagaian perusahaan neenjadikannya sebagai bahan pemikat, sekalipun lebih sering dalam perjalanan mereka tetap membisu tak pernah menjumpai penumpang kecuali tampangnya yang sudah tak pantas sebagai panajngan.
Tetapi apakah dalam perjalanan panjangnya mereka mendapatkan kenyamanan yang sangat diharapkan? Banyak yang menyatakan setuju dan berkata dengan semangat 45, ”Ya !” Tetapi tidak sedikit pengalaman menggeliti yang sangat menarik untuk diotak-atik.
Penumpang bus biasa memang harus terbiasa kalau tumpangannya bejalan dut-dutan dan awak bus belepotan akibat buka bengkel sepanjang jalan. Demikian juga harus maklum kalau banyak berhenti ditengah jalan karena kondektur menjajangkan kursi dan bangku cadangan. Soal kenyamanan, tak perlu dibayangkan hanya bisa dirasakan.
Naik bus yang jelas-jelas memajang EXECUTIVE CLASS di kaca depannya, tidak jarang harus terasa dieksekusi. Bahkan sakit hati dengan banyaknya penumpang jalanan yang hanya merogoh kocek setengah harga, karena yang demikian sudah membudaya. Kondisi armada yang tak lagi prima sering kali menjadi kendala tambahan.
Perjalanan dengan bus SE pun sering diluar harapan, Susah Enak. Bengkel jalan tetap kerap mewarnai. Bisa dimaklumi kalau sekedar ganti ban yang memang tak dapat dihindarkan, tapi kalau awak bus jadi juru mesin yang belepotan? Lebih menyedihkan kalau deru mesinya empot-empotan sehingga dijalan datar sangat mudah ditilap bus ekonomi atau bahkan sangat menyakitkan ketika di tanjakan dapat gilas truk tua penuh muatan. Mana tahan ....
Disamping itu keramahan awak bus yang seharusanya ditunjukan sering dilupakan. Sehingga penumpang merupakan orang asing selama perjalanan dan harus menyadari dengan sepenuh hati bahwa mereka hanyalah berkedudukan sebagi orang yang menumapang pada tempat duduk yang di miliki awak bus. Wajar dong kalau mereka sangat angkuh. Namanya juga penumpang, ya ... cuma numpang sekalipun bayar uang! Hubunga diantra keduanya terjadi semata-mata hanya karena selembar uang.
Sedemikian remeh arti penumpang, sehingga merekapun harus menahan hati ketika awak bus dengan seenaknya berhenti di tengah toang yang jauh dari perkampungan dan bongkar membongkar sepeda motor agar bisa dikemas dan masuk dalam bagasi. Dan sekali lagi harus berbesar hati ketika mereka merakitnya kembali di terminal tujuan sampai sepeda motor di kemudikan. Kesabaran luar biasa, termasuk didalamnya tidak melaporkan kepada pihak berwajib tentang semua yang disaksikan. Tanpa sadar bahwa kesabaran mereka yang berlebihan pun sebenarnya kesabaran semu yang merupakan bagian dari tindak kriminal.
Kejadian-kejadian tak mengenakkan yang akan cepat tersebar tanpa diiklankan ini terjawab dengan kehadiran bus dari Jawa. Awak bus berseragam yang ramah pada setiap penumpang tanpa disertai alih profesi jadi juru bengkel jalanan. Selain laju kendaraan dengan kondisi prima yang dapat diandalkan juga pemberhentian hanya ditempat tertentu yang telah ditentukan. Yang paling menentukan adalah kekonsekuenan manajemen dalam mengiklankan kelas busnya sehinggayang dinikmati penumpang sesuai dengan yang dibayarkan.
Adegium lama mengingatkan, semut diseberang lautan jelas kelihatan sedangkan gajah di pelupuk mata tak kentara. Demikian juga kesenyapan Terminal Bareh yang merupakan pintu gerbang awal penyebrangan penumpang keberbagai tujuan di Ranah Minang dan kelenggangan Terminal Lintas Andalas ketika melam menjelang (tentu akan jauh lebih mati lagi keadaan Terminal Aie Pacah bila nanti difungsikan lagi). Yang terbaca justru gemerlap Rawamangun sekalipun malam telah gelap ataupun senandung malam sekitar Pulo Gadung.
Bertahun-tahun bus AKAP urang awak mencapai tujuan dalam gelap. Tidak akan menjadi masalah kalau tujuannya Jakarta, tetapi kalau sebaliknya? Tidak ada jalan lain kecuali harus menunggu matahari muncul kembali di lorong sepi dengan segala resikonya atau merogoh kocek tambahan untuk menumpang tidur atau mencarter omprengan yang bisa lebih mahal daripada ongkos ribuan kilometer perjalanan. Padahal Jakarta – Padang dalam keadaan normal dapat ditempuh dalam 24 jam.
Kehadiran bus yang menjamin sampai ke terminal antara yang masih melayani berbagai tujuan tentu sangat didambakan, sekalipun harus membayar di atas harga rataan. Ironisnya, justeru pengusaha Jakarta yang terlebih dahulu membaca peluang pasar yang demikian.
Kenymanan yang didapakan selama dalam perjalanan sampai ke tempat tujuan adalah dambaan setiap penumpang. Mau tak mau AKAP urang awak pun harus berbenah bila tidak ingin ditinggalkan para langganan. Apalagi di masa yang aan adatang, buka hanya LORANA yang akan hadir diantara kita. Pasti akan menyusul AKAP profesional lain, seperti KRAMATDJATI yang sudah mengintai dari Jambi dan Pekanbaru.
Tak ada salahnya belajar dari cara berbenah JUSUF SEKELUARGA yang selamat dari kehancuran usaha AKAP JS Cirebon- Bandung-nya setelah berusaha ati-matian untuk tampil beda dalam melayani enumpangnya. Demikian juga SINAR JAYA yang hampir saja kejayaannya tidak bisa lagi bersinar kalau saja manajemennya tidak merubah hauan sehingga kenyamanannya dikenal bukan hanya diberikan keada para langganan tetapi juga menjadi milik para awaknya.
Pengalaman lain adalah runtunya SETIA NEGARA yang sempat menjadi raja jalanan akibat ditinggalkan para langganan setelah mereka harus berdiam diri dalam bus yang selalu dipotong SAHABAT dari kanan dan kiri jalur tengkorak menuju Jakarta. Demikian juga tenggelamnya legenda SARI BUKIT MULYA dalam lenggok-gontai Cadas Pangeran yang juga dibabat SAHABAT yang tidak mau bersahabat.
Keberhasilan manajemen SINAR JAYA, kesuksesan JUSUF SEKELUARGA menunjukkan bahwa masih banyak cara untuk bangkit sekalipun terasa sulit dan dalam keadaan serba terjepit. Kondisi mereka saat itu nyarir tenggelam dari peredaran, JS hanyalah besi tua yang merayap di jalan sangat perlahan. Para penumpangnya hanya bisa mengurut dada ketika deru SARI BUKIT MULYA mengejek dengan kepulan asapnya. SINAR JAA pun tidak lain dari pelengkap pembuat derita para penumpangnya yang tidak tahu sampai tertipu atau kecewa berat tidak termuat dalam badan WARGA BARU yang selalu menderu dan terus melaju.
Tarian lincah manajemen pulalah yag akhirnya membawa SAHABAT yag semula jagoan merambat dan merayap sangat lambat serta tersendat-sendat menjadi raja jalanan seanteri Jawa Barat.
Bukan berarti manajemen yang naik daun boleh lupa diri, beajar dari sua-duka AKAP urang awak selama ini tidak dapat dihindari. Mulai dari otak-atik mesin di perjalanan sampai angkut-mengangkut para diplomat jalanan sehingga harus menyediakan kursi cadangan. Bahkan pemanfaatan agen-agen perjalanan yang banyak berperan sebagi calo. Hal terakhir sanat sulit dihindari kaena berhubungan erat dengan nasib kocek para awak bus yang sulit tergoda untuk badoncek.
Penyakit yang menyerang kenyamanan penumpang selama dalam perjalanan ii akan terus berupaya menggerogti, sehingga AKAP profesional bukan hanya harus tetap melayani dengan armada yang selalu prima tetapi juga dalam penempanan para awaknya. Dalam menebar agen pun harus super hati-hati kecuali mau ikut-iktan membuat penumpang sakit hati.
Kalau tidak demikian, kemashuran akan segera meninggalkan. Nama besar LORENA bisa loreng dan jadi bahan pertanyaan baru, ”LO, RE-butan NA-ikin penumpang di jalanan ?” Kalu sudah demiian, maka kenyamanan tinggalah impian. Seperti yang terjadi pada ANS yang didamba pelanggan agar dapat Aman Nyaman dan Sampai tujuan sesuai dengan namanya tetapi malah tergores selalu dalam ingatan dan tidak dapat terlupakan karena perjalanan ribuan kilometer terasa Amat Nelangsa dan Sakit hati sampai tujuan.
Bukan berarti AKAP urang awak tidak ada yang bisa bersaing. Armada prima sebagian TRANSPORT EXPRESS yang bisa menembus Ranah Minang ketika senja belum menjelang adalah sebuah contoh nyata. Hadirnya PALAPA TRANSPORT pun patut dapat acungan jempol. Bagaimana dengan yang lain ?
Hanya bersaing dengan cara yag baiklah yang akan membuahkan hasil terbaik. Hendaknya gaya sebuah AKAP yang mengklain kata ”TRANSPORT” sebagai milik pribadinya seperti ermuat dalam berita picisan tidaklah perlu terulang. Bisa-bisa malah terkena gugatan warga Union Jack. Demikian juga pemanfaatan kolom koran untuk menjatuhkan saingan bukanlah cara terpuji, sebaliknya merupakan tindakan yang mat keji.
Pelaku persaingan tak terpuji tak lain adalah mereka yang tega berbuat keji dan perlakuan mereka terhadap penumpang tidak akan berbeda. Pelaku terbaik sesungguhnya hanya akan bersaing dengan cara yang baik pua.
Selamat bersaing.

PESAN SPONSOR======================================================

Banyak tawaran meraup penghasilan dari internet,
gratis awalnya tetapi ujung-ujungnya bayar juga karena memang
mereka jualan barang atau jasa.
Tetapi untuk yang satu ini benar-benar GRATIS, makanya saya gabung.
Silakan buktikan sendiri dengan mengklik :

http://www.tantangan50juta.com/?r=dinoto

========================================================TERIMAKASIH

Tidak ada komentar:

Posting Komentar